SKANDAL LOMBA TARI ANAK DI SUMBAR: JURI TAK BERLEGALITAS, DUGAAN SERTIFIKAT PALSU, FITNAH TERHADAP WARTAWAN
Betrans.com Sumbar || Dunia seni tari anak-anak di Sumatera Barat tercoreng oleh skandal serius dalam sebuah lomba tari tingkat TK dan SD yang digelar belum lama ini. Acara yang seharusnya menjadi panggung apresiasi dan pembinaan bakat justru diwarnai dengan dugaan pemalsuan dokumen, penunjukan juri tak berlegalitas, hingga fitnah kepada awak media.
Dua nama juri yang kini disorot adalah Rido (laki-laki) dan Novia (perempuan). Keduanya bertindak sebagai juri utama dalam lomba tersebut, namun setelah ditelusuri, keduanya diduga tidak memiliki legalitas resmi sebagai juri seni tari. Bahkan, ketika dimintai klarifikasi, tidak satupun dari mereka mampu menunjukkan bukti sertifikasi atau akreditasi sebagai juri profesional.
Selain itu, temuan paling mencolok adalah adanya sertifikat lomba dengan tanda tangan palsu, yang mencantumkan nama Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar, Drs. Jefrinal Arifin, M.Si. Saat dikonfirmasi, Jefrinal secara tegas membantah telah menandatangani sertifikat tersebut. “Itu bukan tanda tangan saya. Saya tidak pernah mengesahkan dokumen itu,” ujarnya.
Kisruh semakin membesar saat salah satu orang tua peserta menyampaikan bahwa anaknya meraih nilai 85+, namun hanya mendapatkan Juara Harapan III. Padahal, peserta dengan nilai 86 dinobatkan sebagai Juara I. Nilai 85+ yang seharusnya masuk tiga besar justru diabaikan tanpa penjelasan teknis yang transparan.
Saat dikonfirmasi, Rido mengakui bahwa nilai anak tersebut memang tinggi, namun dirinya tidak bisa menjelaskan mengapa akhirnya justru ditempatkan di posisi harapan. “Saya tunjukkan nilainya ke orang tua, tapi saya tidak tahu kenapa hasil akhirnya seperti itu,” ungkapnya.
Lebih parah lagi, Novia, juri perempuan dalam lomba tersebut, saat dikonfirmasi melalui telepon justru diduga melontarkan fitnah serius kepada awak media, dengan menuding bahwa wartawan telah meminta “uang damai” untuk tidak memberitakan kasus ini. Tuduhan tersebut dinyatakan tidak benar dan sangat merugikan nama baik profesi jurnalistik.
Pihak redaksi menyatakan dengan tegas bahwa tidak pernah ada permintaan uang atau kompromi dalam bentuk apa pun. Saat ini, wartawan yang menjadi korban tuduhan tersebut sedang berkoordinasi dengan kuasa hukum untuk menempuh jalur hukum melalui pengaduan resmi ke Polda Sumatera Barat. Langkah ini dilakukan sebagai upaya menjaga integritas kerja jurnalistik dan mencegah praktik pelecehan terhadap pers.
Nama panitia penyelenggara pun ikut terseret. Tuti dan Rika, dua perempuan yang terlihat aktif di atas panggung saat acara, serta Yanti, diduga sebagai Ketua Panitia, disebut-sebut mengetahui kondisi kejanggalan namun tetap melanjutkan kegiatan tanpa memperbaiki sistem penilaian atau meninjau ulang legalitas juri.
Meski Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar menyatakan telah memaafkan insiden tanda tangan palsu, namun peristiwa ini dianggap sebagai bentuk kelalaian yang merusak marwah dunia seni budaya dan psikologi anak-anak yang tengah berkembang dalam semangat seni.
Aktivis budaya dan pemerhati anak pun mengecam peristiwa ini. Mereka menilai bahwa panitia dan juri yang tidak kompeten telah mencederai semangat generasi muda dalam mencintai budaya daerah.
Kasus ini masih dalam tahap investigasi lanjutan. TIM media ini akan terus memantau dan menyampaikan setiap perkembangan kepada publik secara berkala. Masyarakat yang mengetahui informasi tambahan diharapkan dapat menghubungi redaksi agar fakta-fakta di lapangan dapat diungkap secara utuh dan transparan.
(TIM INVESTIGASI)
