Kementerian Perindustrian Akan Luncurkan Making Indonesia 4.0 Untuk Jawab Tantangan Sektor industri
Betrans.com JAKARTA~ Kementerian
Perindustrian akan meluncurkan Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap atau
peta jalan mengenai strategi Indonesia dalam implementasi memasuki Industri
4.0, Rabu(4/4) pagi di Jakarta Convention Center. Peluncuran ini termasuk pada rangkaian
acara Indonesia Industrial Summit 2018 yang rencananya diresmikan langsung oleh
Presiden Joko Widodo.
“Acaranya bakal berlangsung selama dua
hari, yang diisi dengan berbagai narasumber untuk talkshow dan juga dihadiri
para pemangku kepentingan terkait seperti dari kementerian dan lembaga, pelaku
industri serta akademisi,” kata Sekjen Kemenperin Haris Munandar di Jakarta,
Selasa (3/4).
Haris menyebutkan, selain Menteri
Perindustrian, juga dijadwalkan beberapa menteri akan memberikan pemaparan,
seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri
Keuangan, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Menteri Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi.
Selanjutnya, dari pelaku industri, antara lain PT SIEMENS Indonesia, Barry Callebaut, PT GE Indonesia, PT Chandra Asri Petrochemical, Tbk., PT Pan Brothers, PT Sri Rejeki Isman (Sritex), IBM Indonesia, PT Astra Otoparts, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT Cisco Systems Indonesia, dan PT Samsung Electronics Indonesia.
Sementara itu, pihak yang mewakili
akademisi, di antaranya Prof. Drajad Irianto dari Institut Teknologi
Bandung,Prof. Teuku Yuri Zagloel dari Universitas Indonesia, dan Politeknik
Manufaktur Astra. “Kami juga mengundang konsultan global, AT Kearney untuk
memberikan pemaparan tentang benchmarkingimplementasi Industri 4.0,” ujar
Haris.
Sekjen Kemenperin mengungkapkan,
Industri 4.0 perlu segera diimplementasikan untuk menjawab tantangan sektor
industri saat ini. “Revitalisasi sektor industri perlu dilakukan agar Indonesia
tidak tertinggal dari negara lain yang semakin berdaya saing,” tuturnya.
Untuk itu, salah satu strategi Indonesia
memasuki Industri 4.0 adalah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan
menjadi percontohan untuk memperkuat fundamental struktur industri Tanah Air.
Adapun kelima sektor tersebut, yaitu Industri Makanan dan Minuman, Industri
Otomotif, Industri Elektronik, Industri Kimia, serta Industri Tekstil.
“Melalui komitmen dan partisipasi aktif
dari pemerintah, swasta dan publik melalui kemitraan yang tepat sasaran, kita
semua yakin bahwa Industri 4.0 akan membawa manfaat bagi bangsa dan negara,
khususnya kinerja industri nasional,” terangnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara menyampaikan, kinerja sektor perindustrian
terus menunjukkan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan ekonomi
nasional. Berdasarkan nilai tambah manufaktur (Manufacturing Value Added),
posisi Indonesia di dunia melesat dari peringkat ke-11 pada tahun 2015 menjadi
peringkat ke-9 tahun 2016 yang melampaui Inggris dan Kanada.
Sedangkan dari sisi kontribusinya
terhadap PDB, sektor manufaktur telah memberikan kontribusi sebesar 17,88
persen terhadap PDB Indonesia. Dengan nilai tersebut, Indonesia menempati
peringkat ke-4 dunia dari 15 negara yang kontribusi industri manufaktur
terhadap PDB‐nya di atas 10 persen, bahkan kontribusi
manufaktur Indonesia ini tertinggidi ASEAN. Kontribusi ini menunjukkan sektor
industri terus mengalami pertumbuhan yang positif,” ungkap Ngakan.
Sementara, jika dilihat dari neraca
perdagangan nonmigas pada periode Januari 2018, tercatat Indonesiamengalami
surplus sebesar USD182,6 juta. “Sektor industri saat ini terus berperan sebagai
penopangutama ekspor Indonesia dengan kontribusinya sebesar 74,10 persen, serta
berperan dalam menyerap 17juta tenaga kerja atau 14,05 persen dari tenaga kerja
di sektor ekonomi,” imbuhnya.
Selain itu, sektor industri telah
berkontribusi terhadap penerimaan negara hingga mencapai Rp335 triliunmelalui
pajak penghasilan nonmigas dan penerimaan cukai. “Tahun 2017 merupakan periode
rebounddengan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tumbuh 4,84 persen,
setelah sebelumnya selama tiga tahun berturut‐turut mengalami
perlambatan pertumbuhan,” tuturnya.
Bahkan, dari total nilai investasi yang
masuk ke Indonesia selama kurun waktu tahun 2012‐2017, sektor industri
memegang peranan tinggi dengan rata‐rata kontribusi
sebesar 46,4 persen. Selanjutnya, laporan indeks manajer pembelian (Purchasing
Manager Index/PMI) oleh Nikkei and Markit, PMI manufaktur Indonesia naik dari
49,9 pada bulan Januari menjadi 51,4 pada Februari 2018. Nilai PMI bulan
Februari tersebut merupakan posisi tertinggi sejak bulan Juni 2016 (20 bulan
yang lalu) dan nilai di atas 50menandakan manufaktur tengah ekspansif.
Sektor industri tidak dapat berdiri
sendiri dan sangat terkait kebutuhan bahan baku, energi, sampai iklim yang
kondusif sehingga pembangunan industri dapat berhasil dan bermanfaat bagi
rakyat apabila pembangunan tersebut bersifat holistik. “Hal ini dapat dicapai
apabila industri sudah menjadi awareness di tingkat nasional serta didukung
oleh semua komponen bangsa yang bekerja samauntuk membangun industri yang kuat,
berdaya saing, berkelanjutan dan inklusif,” ujar Ngakan.(***)